KetuaSekolah Tinggi Seni Indonesia tahun 1997-2001 ini berpendapat bahwa kreativitas adalah jantungnya seni. Beliau menyampaikan bahwa tanpa kreativitas tidak akan ada karya seni, melainkan hanya pengulangan dari karya seni yang sudah ada sebelumnya.Menurutnya, kehidupan seni sangat ditentukan oleh iklim kreativitas yang sehat. Mimbar Sekolah Dasar, Volume 1 Nomor 1 April 2014, (hal. 7-16) ~ ~ 9 ~ seni, yang menggunakan seni sebagai media pendidikan, diharapkan mampu meng-akomodasikan kebutuhan peserta didik untuk AkhirSkripsi dengan baik berjudul "Kreativitas Sari Aprilianti Dalam Karya Tari Cahaya Pirdi Di Sanggar Seni Nusa Kirana Kota Palembang" sebagai syarat untuk mencapai derajat S-1 di Institut Seni Indonesia Surakarta. Peneliti juga berterima kasih kepada Sari Aprilianti S.Sn selaku koreografer dan narasumber Vay Tiền Nhanh. Tari sebagai media berpikir kreatif adalah salah satu peran tari selain sebagai media ekspresi, media komunikasi dan media mengembangkan bakat. Kecerdasan manusia meliputi tujuh aspek, yaitu logika, bahasa, visual, kinestik, musik, intrapersonal, dan interpersonal. Ketujuh aspek itu perlu memperoleh perhatian yang seimbang dalam pendidikan sehingga murid akan bisa lebih berpikir kreatif. Seni tari, sebagai salah satu pendidikan seni di sekolah, dapat mengembangkan kemampuan dalam aspek kinestik. Seni tari bisa menjadi sebuah media untuk bisa berpikir kreatif. Era global yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan individu-individu yang kreatif dan produktif. Oleh sebab itu, kreatifitas perlu ditumbuhkambangkan khususnya pada anak-anak usia dini, sebab pada usia itu berlangsung periode puncak perkembangan kreatifitas. Pada saat inilah krastivitas secara alamiah muncul sangat tinggi, tercermin dalam perilaku anak yang selalu ingin tahu dan senang bertanya serta mempunyai daya khayal tinggi. Secara umum sudah banyak dipahami bahwa dalam rangka mengembangkan kreatifitas, peran pendidik sangatlah penting. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kreatifitas, baik dirumah atau disekolah. Upaya itu mangacu pada hakekat kretivitas, peranan pendidik dalam pengembangan kreatifitas, dan upaya peningkatan kreatifitas anak pada usia dini. Anak yang kreatif dan cerdas tidak akan jadi dengan sendirinya, melainkan harus diarahkan. Salah satunya dengan memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreatifitas anak. Disisi lain kreatifitas yang mensyaratkan kebebasan tak akan berkembang apabila si anak tidak diberi kesempatan. Kesempatan tanpa bataspun dapat berakibat buruk dan justru tidak menunjang kreatifitas, sebaliknya disiplin yang kaku tanpa toleransi akan berpotensi mematikan kreatifitas. Oleh sebab itu, kebebasan dan disiplin harus dimainkan secara serasi agar dapat mengembangkan potensi secara optimal. Untuk menjadikan bibit unggul yang berkualitas suasana kasih sayang dan stimuli mental diperlukan untuk merangsang daya kreatifitas anak. Rangsangan itu bisa dengan musik, mengunjungi pameran, menonton pertunjukan wayang, olah raga dan lain-lain. Aktifitas berkesenian baik di ruangan kelas ataupun di luar kelas, pada dasarnya dapat merangsang perkembangan jiwa anak. Kelancaran dalam mengungkapkan perasaan dalam bentuk seni yang tidak harus mementingkan hasil sebagai tujuan, dapat mendorong fungsi-fungsi jiwa anak berkembang aktif. Fungsi jiwa anak seperti merasakan, berfantasi, berfikir, berkehendak dan kemampuan motorik dalam merespon yang ada, akan terbina dan melatih kepekaan. Ketajaman inderawi yang diasah melalui kegiatan seni yang mengedepankan proses, pada gilirannya dapat membantu jiwa anak tanggap pada lingkungan sekitarnya. Sebab aspek emosional yang dominan dalam kegiatan seni akan tersalurkan secara wajar. Keragaman rangsang itu dapat memberi kontak langsung dengan potensi unggul yang dimiliki anak pada usia dini guna meningkatkan kecerdasan serta krativitas. Imajinasi merupakan kata kunci kreatifitas. Tanpa imajinasi kreatifitas tak akan berkembang. Jangan heran, ada banyak penemuan-penemuan ilmiah yang berawal justru dari imajinasi. Dalam upaya memberdayakan seni tradisi sebagai media pengembangan kreatifitas, selain kesiapan pendidik dan anak didik beberapa hal yang perlu diperhatian adalah, tersedianya sarana penunjang, lingkungan yang mendukung, memberi kesempatan bebas, keterbukaan, dan penghargaan. Jika berbicara seni tradisi akan berhadapan dengan dua substansi yaitu benuk fisik dan non fisik. Bentuk fisik merupakan yang terlihat oleh indera kita seperti, geraknya, komposisi ruangnya, busananya, rias busananya, dsb. Sedangkan bentuk non fisik merupakan isi, spirit, ceritera, rasa, kesan yang muncul dari peristiwa seni. Keduanya adalah sumber yang tak akan habis sebagai bahan pengembangan kreatifitas. Setting budaya jawa yang masih ada sekarang sebetulnya mempunyai kekayaan, keragaman seni tradisi yang luar biasa banyaknya, yang semuanya dapat digunakan sebagai bahan dalam mengembangkan kreatifitas. Tradisi kita mempunyai kekuatan yang besar sebab berada dalam suatu lingkungan, dimana setting kulturnya jelas, yaitu kebudayaan “jawa”. Dan apabila kita membicarakan tradisi, jangan terimajinasi dengan pemikiran “tradisi” itu kuno, kolot, ketinggalan jaman, dan sebagainya. Tradisi akan selalu berjalan, berkembang sesuai dengan jamannya. Oleh sebab itu nilai-nilai yang terkandung di dalam seni, selalumacam -macam pula bentuk, gaya, corak, dan kualitas serta fungsinya. Permasalahannya adalah; masihkah kita memahami seni tradisi kita, jangan-jangan kita hidup dalam setting budaya jawa yang mempunyai seni tradisi banyak, tetapi kurang mengkaji substansinya, sehingga tumpuannya hanya pada ragangane saja. Karena kekurang pahaman kita, lalu menjadi gampang berubah moyak-mayik. Kalau kita ingin sesuatu yang esensial, kita harus mau mancari betul atau mengakaji sedalam-dalamnya. Sebagai contoh; kalau kita akan mengembangkan seni tari tradisi jawa sebagai sumber kreatifitas, idealnya kita harus mengaji esensi tari sedalam-dalamnya, “sastra gendinge” jangan hanya dari sisi geraknya saja. Sebab kalau hanya dari sisi gerak/jogedanya saja ragangannya tipis sekali. Gerak dalam tari tradisi gaya Sala itu terbatas sekali. Seni tradisi secara mendasar mempunyai vokabuler-vokabuler yang lalu menyatu dalam keutuhan yang mapan, dan digunakan secara terus menerus dari generasi kegenerasi. Keragaman vokabuler inilah kekayaan tidak ternilai sebagai bahan yang dapat secara leluasa dikembangkan sesuai dengan penafsiran dan kreatifitas masing-masing. Seni tari apabila dicermati terdiri dari komponen-komponen, yang masing-masing komponen mempunyai vokabuler yang berbeda. Diantara komponen itu al strukturnya, pendukungnya, geraknya, kostumnya, iringannya, propertinya, tata pentasnya, pola lantainya, fungsinya, latar belakang, ceritanya, dll. Dari komponen geraknya, tari tradisi jawa mempunyai vokabuler seperti; tanjak, lumaksana, srisik, besud, ulap-ulap, sabetan, nikel warti, sembahan dan masih banyak lagi. Demikian juga rias busana tari tradisi juga mempunyai vokabuler, seperti paesan, dodot, supit urang, panjen, dll. Beruntung sekali, bahwa gerak yang ada dalam seni tradisi jawa tidak ada pembedaan atau klasifikasi berdasar umur, dengan demikian membuat ruang gerak kreatif untuk keperluan kreatifitas anak-anak sangat leluasa. Dalam laku kreatif, sebenarnya apa saja dapat digunakan sebagai sumber kreasi, termasuk seni tradisi. Namun yang perlu diperhatikan bahwa vokabuler atau bahan yang telah ada dalam tradisi merupakan sebagai sarana, sarana untuk kebutuhan ungkapan atau kepentingan tertentu, bukan sebagai tujuan. Apabila kita dapat memahami hal ini, maka perlakuan kita dalam mengolah bahan adalah wilayah kerja yang sangat leluasa, penuh interpretasi, serta selalu terformat dalam bingkai nilai yang aktual. Pengertian kreatifitas dalam pembelajaran seni itu sebenarnya tebanya sangat luas dan mempunyai modus, sistem, kerja, achievement, out put berbeda-beda. Keberhasilan sebuah pengembangan kreatifitas akan saling berkaitan antara individu dan komunitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perkembangan seni pada anak kembar usia 5 tahun berdasarkan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak dan merumuskan stimulasi yang tepat. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Subjek penelitian sebanyak dua anak kembar yang berusia 5 tahun. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara dengan menggunakan pedoman observasi dan wawancara. Data dianalisis menggunakan narasi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kedua anak telah memenuhi capaian perkembangan pada aspek seni anak berdasarkan standar usia 5 tahun, khususnya dalam hal menikmati berbagai alunan lagu atau suara yang dibuktikan dengan kemampuan 1 bersenandung atau bernyanyi sambil mengerjakan sesuatu; 2 memainkan alat musik/instrument/benda bersama teman. Anak juga telah tertarik dengan kegiatan seni yang dibuktikan dengan kemampuan 1 menyanyikan lagu dengan sikap yang benar; 2 menggunakan berbagai macam alat musik; 3 bermain drama sederhana; 4 menggambar berbagai macam bentuk yang beragam; 5 melukis dengan berbagai cara dan objek; 6 membuat karya seperti bentuk sesungguhnya dengan berbagai bahan. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa stimulasi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan capaian aspek perkembangan seni pada anak usia 5 tahun, yakni 1 mendukung minat anak dan memperdengarkan anak lagu-lagu yang disukainya; 2 memberikan apresiasi berbentuk pujian pada anak; 3 memberikan fasilitas berupa beberapa alat permainan yang dapat mengembangkan aspek seni anak; dan 4 apabila anak berhasil melakukan hal positif, maka anak diberikan reward. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.... Hukuman dapat berupa menyanyikan lagu dihadapan kelompok yang memenangkan pertandingan. Hal ini sesuai dengan pendapat Damayanti et al., 2020 mengatakan bahwa menyanyikan lagu dengan sikap yang benar telah memenuhi standar tingkat pencapaian perkembangan anak pada aspek seni. ...Thia Isri YuningsihHeri Yusuf MuslihinSima MulyadiTujuan dari penelitian ini adalah mengkaji manfaat dari setiap gerakan permainan tradisional boy-boyan terhadap aspek perkembangan anak usia dini. Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan mengunakan metode deskriptif dan jenis penelitian deskriptif yang digunakan adalah analisis kegiatan. Penelitian ini dilakukan pada salah satu TK di wilayah Kabupaten Ciamis pada semester genap tahun ajaran 2020/2021. Subjek penelitian ini adalah guru dan kepala sekolah. Permainan tradisional boy-boyan belum dijadikan media pembelajaran bagi anak usia dini dengan berbagai alasan, minimnya lahan, serta tidak tercantumnya permainan tradisional dalam kurikulum nasional menjadi kendala belum digunakannya permainan tradisional khususnya boy-boyan sebagai media pembelajaran bagi anak usia dini. Permainan tradisional boy-boyan dapat dijadikan sebuah media pembelajaran bagi anak usia dini untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangannya. Saat akan menjadikan permainan tradisional sebagai media pembelajaran, maka pilihlah permainan tradisional yang Novika AndrianiUsep KustiawanRosyi Damayani Twinsari ManingtyasThe potential for creativity must be carried out from an early age. Because the aspect of art development is one of the important aspects and can affect the development of children in future, the purpose of this research was to determaind the application and improvement of children’s artistic creativity through kneading activities with playdouh media. This study uses classroom action with MC Taggart’s Kemmis cycle model, which consists of two cycles and each cycle consists of two meetings. Based on the research that has been done, it show the results that with the application of the art creativity activities of children can be improved properly. Abstrak Mengembangkan potensi kreatif harus dilakukan sejak anak berusia dini, karena aspek perkembangan seni merupakan salah satu aspek yang penting dan dapat mempengaruhi perkembangan anak dimasa selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan serta peningkatan kreativitas seni rupa anak melalui kegiatan membutsir dengan media playdough. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan model siklus kemmis MC Taggart, yang terdiri dari dua siklus dan setiap siklusnya terdiri dari dua pertemuan. Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa dengan diterapkannya kegiatan membutsir kreativitas seni rupa anak dapat meningkat dengan SyailindriDinie Ratri DesiningrumPenelitian mengenai kemandirian pada remaja kembar putri belum banyak ditemukan, sedangkan kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan mendasar di masa remaja. Pengalaman kemandirian yang dimaksud adalah bagaimana kehidupan remaja putri bersama saudara kembarnya dan bagaimana proses pencapaian kemandirian remaja putri terlepas dari figur lekat, yaitu saudara kembarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kemandirian remaja putri yang memiliki saudara kembar putri. Purposive sampling digunakan untuk merekrut empat partisipan putri yang memiliki saudara kembar putri, berusia remaja, dan berstatus sebagai mahasiswi. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur dan dokumen audio. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan teknik analisis yang digunakan adalah Interpretative Phenomenological Analysis IPA. Hasil penelitian ini menunjukkan dua tema induk, yaitu 1 hubungan dengan saudara kembar dan 2 kemandirian. Tiga partisipan yang merupakan adik kembar merasakan adanya perbedaan status antara kakak dan adik kembar. Partisipan yang merupakan pasangan kembar fraternal dan lebih dini berpisah dengan saudara kembarnya memiliki kemandirian yang lebih tinggi. Temuan dari penelitian ini berkontribusi menjadi pendukung teori bahwa adik kembar lebih memiliki ketergantungan terhadap kakak kembarnya serta pasangan kembar identik lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan pasangan kembar SitepuAzmiAnam IbrahimKab Deli SerdangAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan gambar ekspresi objek manusia dari indikator bentuk, warna, dan kerapian melalui menggambar menggunakan krayon yang dilaksanakan di TK B Methodist Berastagi berdasarkan teori Lowenfeld. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah 3 peserta didik di TK B 3 Methodist Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Objek penelitian ini yaitu kemampuan menggambar ekspresi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan menggambar ekspresi objek manusia dengan krayon berdasarkan teori Lowenfeld pada peserta didik di TK B 3 Methodist Berastagi adalah baik. Karakteristik gambar ekspresi karya peserta didik TK B 3 Methodist Berastagi telah memiliki konsep cerita sesuai dengan imajinasi dan juga sesuai dengan kedaan lingkungan sekitar mereka, seperti didalam ruang lingkup keluarga dan kelas mereka. Kata Kunci gambar, ekspresi, anak, TK, study was designed to describe the ability of images that depict human objects from indicators of shape, color, and neatness through drawing using crayons conducted at Kindergarten B Methodist Berastagi through Lowenfeld's research is a qualitative descriptive study. The subjects of this study were 26 students at the Kindergarten B 3 Methodist in Berastagi, Berastagi District, Karo Regency, North Sumatra Province. The object of this research is the ability to draw expressions. Data collection methods used are observation and documentation. Data analysis uses descriptive qualitative analysis techniques. The results of this study indicate that the ability to draw human object expressions with crayons based on Lowenfeld's theory of students in TK B 3 Methodist Berastagi is good. Characteristic images of expression by Kindergarten B 3 Methodist Berastagi students have a concept of the story in accordance with the imagination and also in accordance with the circumstances of their environment, such as in the scope of their families and classrooms. Keywords image, expressions, children, kindergarten, lowenfeld..Arkas HasanahElise MuryantiPenelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa pengaruh dari penggunaan media diorama terhadap perkembangan kemampuan motorik halus anak di TK Jannatul Ma’wa Padang. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang berbentuk quasy eksperimen. Dengan jumlah populasi anak TK Jannatul Ma’wa Padang sebanyak 20 orang. Kelas B1 dijadikan sebagai sampel kelas eksperimen, kelas B2 dijadikan sebagai kelas kontrol, masing-masing kelas berjumlah 10 orang anak. Tes dijadikan sebagai teknik pengumpulan data, data yang didapat kemudian diolah menggunakan uji –t untuk melihat perbandingan. Dari hasil penelitian yang didapat menunjukkan rata-rata dari nilai kelas eksperimen adalah 60,25, sedangkan rata-rata nilai kelas kontrol adalah 53,75. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media diorama berpengaruh dalam perkembangan kemampuan motorik halus anakStephanie Lestari Yapina Widyawatip> Dalam proses pengasuhan parenting, beberapa faktor dapat mempengaruhi orang tua. Faktor tidak hanya orang tua saja, tetapi karakteristik anak juga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi. Salah satu karaktersitiknya adalah anak kembar. Memiliki anak kembar dapat menimbulkan tantangan yang lebih besar karena tanggung jawab orang tua menjadi berlipat ganda pada saat yang bersamaan dan dapat menimbulkan parenting stress. Parenting stress dapat memberikan pengaruh negatif dalam hubungan anak dan orang tua terutama pada ibu yang umumnya lebih banyak terlibat dalam pengasuhan di awal kehidupan. Ibu yang mengalami stres lebih mungkin untuk menampilkan kurangnya kasih sayang, penerimaan, pengawasan, serta lebih dapat memunculkan kontrol dan disiplin. Ibu yang mengasuh lebih dari satu anak berpendapat bahwa stres merupakan salah satu masalah serius yang mereka hadapi. Dikatakan pula bahwa stres yang dialami oleh orang tua dan kemampuan mereka untuk mengatasi coping stress, dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan anak. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat deskriptif dan non ekperimental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pareting stress serta coping stress pada ibu yang memiliki anak kembar. Partisipan adalah ibu yang memiliki anak kembar di SD kelas 3 - 6. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan kuesioner yang berisi adaptasi dari alat ukur Parenting Stress Index PSI serta alat ukur Cope Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak kembar memiliki tingkat stres yang sedang. Dari hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa karakteristik distractibility yang dimiliki oleh anak kembar baik kakak maupun adik dapat menyebabkan ibu menjadi stres. Strategi coping yang lebih banyak dilakukan oleh ibu yang memiliki anak kembar yaitu planning dan turning to religion. Kata kunci stres pengasuhan, coping , anak kembar

kegiatan mengeksplorasi kreativitas seni di dalam tari disebut sebagai